Uncategorized

Diduga Lakukan TPKS, Stefen Tefbana Belum Ditahan: Polsek Tarus Dinilai Langgar Prinsip KUHAP

152
×

Diduga Lakukan TPKS, Stefen Tefbana Belum Ditahan: Polsek Tarus Dinilai Langgar Prinsip KUHAP

Sebarkan artikel ini

 

Kupangonline.com,Kupang Tengah, NTT – Penanganan kasus dugaan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang melibatkan Stefen Tefbana di wilayah hukum Polsek Tarus, Kecamatan Kupang Tengah, menjadi sorotan publik. Meski kasus tersebut memiliki ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara, hingga kini pihak kepolisian belum melakukan penahanan terhadap terduga pelaku.

Menurut keterangan dari pihak Polsek Tarus, Stefen Tefbana tidak ditahan karena masih berstatus sebagai anak di bawah umur. Namun alasan tersebut dinilai bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, khususnya Pasal 22 KUHAP yang secara tegas menjelaskan syarat-syarat penahanan.

Dalam Pasal 22 KUHAP disebutkan bahwa terdapat dua syarat utama untuk melakukan penahanan, yaitu:

Syarat Subjektif, yang menyangkut kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.

Syarat Objektif, yakni jika tindak pidana yang disangkakan memiliki ancaman hukuman penjara lima tahun atau lebih.

Dengan demikian, menurut hukum, apabila syarat objektif terpenuhiseperti pada kasus ini yang ancaman hukumannya 15 tahun—maka penahanan dapat dilakukan, terlepas dari usia tersangka, dengan tetap mempertimbangkan perlakuan khusus bagi anak sesuai sistem peradilan anak.

Aloysius Anapah, orang tua dari Selfianus Anapah yang juga terjerat kasus dugaan TPKS, mempertanyakan ketimpangan penegakan hukum yang dilakukan Polsek Tarus.

“Anak saya ditahan sejak 20 Juli 2024 sampai 7 September 2024, lalu dilepas untuk wajib lapor, tapi kemudian ditahan lagi sejak 22 November 2024 sampai sekarang. Sementara Stefen Tefbana belum juga ditahan hingga saat ini. Ini sungguh aneh tapi nyata,” ungkap Aloysius.

Ia menegaskan bahwa anaknya justru berusaha menolong korban, Tresia Chelsea Olivia Lite. “Kalau memang anak saya bersalah, tentu dia tidak akan mengantar pulang korban. Ini bentuk ketidakadilan. Hukum itu seharusnya untuk manusia, bukan manusia untuk hukum,” lanjutnya.

Aloysius meminta agar pihak kepolisian bersikap netral dan objektif dalam menangani kasus ini, serta mematuhi ketentuan hukum yang berlaku agar tidak mencederai rasa keadilan masyarakat.(xx)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *