Berita

Ternyata Kasus Dugaan Korupsi Internet Desa Masih Dilidik Polres TTS

1
×

Ternyata Kasus Dugaan Korupsi Internet Desa Masih Dilidik Polres TTS

Sebarkan artikel ini

Ket. Foto: Kapolres TTS, AKBP I Gusti Putu Suka Arsa, S.I.K

Laporan Reporter SUARA TTS. COM, Dion Kota.

SUARA TTS. COM | SOE – Ternyata hingga saat ini penyidik Tipikor Polres TTS masih melidik kasus dugaan korupsi internet desa. Penyidik masih melakukan pengecekan kembali pengembalian kerugian negara dalam kasus tersebut.

“ kasusnya masih kita lidik. Kita masih mengecek kembali apa benar seluruh temuan kerugian negara sudah dikembalikan. Kita juga melakukan koordinasi dengan inspektorat terkait hal ini,” ungkap Kapolres TTS, AKBP I Gusti Putu Suka Arsa, S.I.K kepada SUARA TTS. COM, Kamis 6 Oktober 2022 di ruang kerjanya.

Dirinya menjelaskan, untuk penghentian suatu kasus dugaan korupsi pihaknya harus berkoordinasi ke Mabes Polri.

“ Sesuai SOP kita, kalau penghentian suatu kasus dugaan korupsi maka kita koordinasi hingga ke Mabes Polri. Nanti dipaparkan semua di sana,” terangnya.

Diberitakan sebelumnya, Aliansi Rakyat Peduli TTS yang terdiri dari Pospera, Senat Mahasiswa STAK Arastamar,dan IKMABAN melakukan mimbar bebas di depan Kantor Kejaksaan Negeri TTS,Kamis 28 Oktober 2021.

Saat orasi di Kejaksaan Negeri TTS,Ketua DPC Pospera Yerim Fallo menyampaikan kekecewaannya kepada pihak Kejari TTS terkait penyelidikan dugaan korupsi kasus Internet Desa.

“Kami kecewa dengan penghentian kasus Internet Desa”,ujar Yerim mengawali orasinya.

Padahal sesuai hasil investigasi Pospera ujar Yerim, Pihaknya mendapati Kasus Internet adalah program dibiayai dari anggaran dana desa tahun 2020, program ini bukan merupakan usulan dari masyarakat desa melalui musrembang melainkan program yang dimunculkan Bupati TTS Egusem P. Tahun.

Internet seharga Rp.36.850.000 dengan total kouta 10 Gb kecepatan 6 Mbps, saat pasang Biaya 5 Juta Maintanance (Pemeliharaan) 2 Juta, biaya berlangganan satu tahun Rp.26.500.000.

Dikatakan,awal terkuaknya kasus ini melalui keluhan beberapa kepala desa tentang pemasangan layanan internet desa bukannya membantu memperlancar kebutuhan pemerintah desa dalam penggunaan layanan internet tetapi justru mempersulit pemerintah desa tidak optimal dan tidak sesuai kebutuhan pemerintah desa.

Atas dasar keluhan tersebut maka DPC Pospera TTS terpanggil untuk mencari tau serta melakukan investigasi dan fakta yang diperoleh dalam kasus tersebut adalah sebagai berikut :

Program internet desa tidak melalui tahapan perencanaan dan penganggaran seperti tahapan Musdus, Musdes, Musrebang Kecamatan dan Musrenbang Kabupaten. Sehingga Program Layanan Internet Desa bukan menjadi kebutuhan masyarakat dan Pemerintah Desa.

Dikutip dari Pos kupang.COM, Kasus dugaan Korupsi program internet desa yang sempat menghebohkan masyarakat kabupaten TTS di bulan Maret 2021 lalu kini resmi dihentikan penanganannya oleh Kejari TTS.

Kasus tersebut sempat menghebohkan karena, Nita Tahun, nama anak kedua Bupati TTS, Egusem Piether Tahun disebut dalam pusaran kasus dugaan korupsi tersebut.

Uang pembayaran internet desa disebut disetorkan kepada Nita di kantor Plasa Telkom Cabang Soe.

Menariknya lagi, kasus dugaan korupsi ini tak hanya ditangani Kejari TTS semata, namun juga ditangani oleh Polres TTS.

Dari hasil audit inspektorat Kabupaten TTS juga ditemukan kerugian negara dari pengadaan program internet desa sebesar Rp. 797.747. 000. Namun kini, kasus tersebut telah dihentikan penanganannya oleh jaksa Kejari TTS.

Kepala Seksi Intelijen Kejari TTS Haryanto, SH mengatakan, alasan penghentian kasus yang masih pada tahap penyelidikan aparat intelijen Kejari TTS tersebut karena pihak PT. Telkom sudah mengembalikan temuan kerugian negara sebagaimana hasil audit dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah (Inspektorat) Kabupaten TTS dalam tenggang waktu 60 hari.

Hal ini sebagaimana yang diatur dalam MOU antar Mendagri, Kejaksaan Agung dan Kapolri pada 2018 lalu dan Perjanjian kerjasama antara Pemda TTS dengan Kejari TTS dan Kepolisian Polres TTS tentang koordinasi aparat pengawasan internal pemerintah ( APIP ) dengan aparat penegak hukum dalam penanganan laporan atau pengaduan masyarakat yang berindaksi tindak pidana korupsi pada penyelenggaraan pemerintahan daerah. (DK)

Editor : Erik Sanu

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *