Oleh: Honing Alvianto Bana
SUARA TTS.COM | SOE – Sebagian pemangku kebijakan didaerah kita memang masih ada yang beranggapan bahwa dengan menarik investor untuk mengelola sumber daya alam di daerah kita maka seluruh permasalahan di kabupaten Timor Tengah Selatan akan terselesaikan. Pertumbuhan ekonomi akan meningkat, kemiskinan berkurang dan masyarakat akan sejahtera. Pertanyaannya apakah sesederhana itu?
Menurut saya tidak. Pergerakan capital ke suatu daerah tanpa diikuti dengan pergerakan daya manusia yang handal tidak akan menciptakan dampak ekonomi yang luas. Ini mungkin tepatnya seperti apa yang sedang terjadi saat ini. Saat pemerintah pusat mengalokasiskan dana ke daerah-daerah tertinggal atau menggelontorkan dana kesetiap desa, tapi tidak memberikan dampak ekonomi yang signifikan. Dana-dana yang digelontorkan itu memang seharusnya dimaknai sebagai stimulus saja. tidak lebih. Lalu harus dimulai dari mana?
Menata Kota Soe Sebagai Kota pendidikan.
Menurut saya, daerah kita akan semakin membaik jika kita memperkuat sumber daya manusia (SDM) TTS. Sumber daya manusia TTS yang handal bisa kita lakukan dengan jalan menjadikan kabupaten kota Soe sebagai kota pendidikan, dimana ini nantinya akan menghasilkan efek ganda yang akan membawa perubahan mendasar pada sektor ekonomi yang juga akan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Kita seharusnya tidak perlu malu-malu untuk menjadikan Kota Malang sebagai contoh. Mari coba dihitung, seandainya saat ini ada 700 anak TTS yang sedang menempuh pendidikan Kota Malang. Jika biaya hidup mereka (uang kos + makan minum) dalam sebulan adalah 1juta, maka setiap bulannnya uang dari kabupaten TTS harus keluar dan berputar di Kota Malang mencapai 700 juta (700 mahasiswa x 1juta). Ini mungkin salah satu contoh sederhana saja, bahwa kita sebetulnya juga ikut membangun Kota Malang dan kota-kota lainnya.
Nah, sekarang coba dihitung ada berapa ribu mahasiswa TTS yang tersebar di Jogja, Salatiga, Malang, Surabaya, Kupang, Kediri dan lain-lain. Coba dibayangkan, ada berapa banyak uang yang keluar dari daerah kita dalam setiap bulannya.
Selain itu, para pemangku kebijakan dikabupaten ini sebetulnya tidak perlu kaku untuk menata sektor pendidikan dan pariwisata di TTS, lalu memberi julukan bagi daerah ini. Seperti halnya Jogja dengan julukan Kota Pelajar, atau Malang dengan julukan Kota Pendidikan. Hanya dengan julukan seperti itu saja sudah membuat jutaan orang datang ke kota-kota ini, dan ikut membangun kota ini tanpa disadari. Lalu bagaimana dengan daerah kita? Apakah kita masih ingin terus bertahan dengan julukan kota dingin? Lantas adakah dampak ekonominya buat daerah?
Selanjutnya, saya percaya bahwa kalau SDM yang handal ini kemudian hadir bersamaan dengan pergerakan modal, pasti akan mendorong kemajuan ekonomi didaerah kita. Jika langkah ini sudah kita lakukan, maka selanjutnya tugas kita adalah terus menerus memastikan agar SDM tersebut kemudian juga mengakumulasi capital, sehingga menciptakan inovasi dan mencetak SDM yang lebih handal.
Hal itu penting supaya dalam konteks pergerakan capital dan SDM itu harus mampu mendorong terciptanya pusat penelitian, fasilitas sosial, dan pendidikan yang lebih baik secara berkala.
Sekali lagi, coba bayangkan jika daerah kita ini dijadikan sebagai kota pendidikan, lalu dengan adanya sekolah dan kampus-kampus ini, para pengajarnya mendapatkan beasiswa keluar negri. Pastinya, kampus-kampus dan sekolah ini akan menjadi sumber penyebaran pengetahuan dan tentunya akan terus menciptakan SDM yang handal. Belum berhenti disitu, dengan adanya kampus-kampus dan sekolah ini, tentunya akan ada pusat-pusat penelitian, dan dengan fasilitas yang ada maka sudah pasti akan menjadi corong inovasi dan teknologi yang akan kita gunakan untuk membangun daerah kita.
Jika hal ini ditangkap oleh para pemangku kebijakan dan dengan pelan-pelan menata kembali birokrasi, menyediakan regulasi yang mendukung dan memfasilitasi masyarakat lokal, maka kedepan daerah kita akan memiliki aset baru yaitu berupa generasi dan tenaga kerja yang handal, yang kemudian akan menciptakan nilai ekonomi baru. Lalu pertumbuhan ini tentu akan menarik tenaga kerja handal di daerah lain untuk masuk ke wilayah kita dan menciptakan pertumbuhan lagi. Ini pasti akan berlangsung terus sehingga menjadi sebuah siklus yang berulang.
Memang tugas para pemangku kebijakan di daerah kita ini kedepan haruslah benar-benar melihat kebutuhan daerah dalam jangka panjang, lalu membuat skala prioritasnya sambil pelan-pelan bergerak menuju apa yang sudah direncanakan dan yang akan dituju.
Memoles tempat wisata di TTS.
Disamping fokus untuk menata dan memperbaiki pendidikan di TTS yang berfokus pada kualitas, pemerintah juga perlu pelan-pelan memoles ragam wisata yang ada di TTS agar terintegrasi dengan aktivitas masyarakat, dan juga mampu menghasilkan efek ganda pada sektor ekonomi dan juga akan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Beragam tempat wisata yang ada di TTS ini juga perlu dikaji dan di rencanakan dengan matang supaya tidak mengesampingkan masyrakat yang ada disekitar tempat-tempat wisata.
Disamping itu, setiap bangunan kantor pemerintah, rumah warga, vila dan lain-lain disekitar tempat wisata perlu untuk dikawinkan dengan motif dan corak lokal yang ada di TTS. hal ini penting agar ciri khas dari daerah kita ini benar-benar menyatu dengan bangunan dan budaya yang kita punya.
Khusus untuk pembangunan vila di sekitar tempat wisata, menurut saya perlu untuk dibatasi agar dampak langsung dari tempat-tempat wisata ini tidak hanya nikmati oleh sekelompok orang saja yang mempunyai modal. Jadi yang perlu diperkuat oleh pemerintah adalah rumah-rumah warga yang ada disekitar tempat wisata. Kalau bisa, setiap rumah masyarakat yang ada disekitar tempat wisata, minimal ada satu kamar yang harus diperbaiki lalu bisa disewakan. Hal ini penting agar masyarakat tidak hanya menjadi penonton disekitar tempat wisata.
Selain itu, makanan-makan lokal, kerajinan tangan dan lain-lain juga bisa langsung dijual kepada para pengunjung disekitar tempat wisata yang ada.
Terkahir, tidak berlebihan jika saya beranggapan bahwa tugas pemerintah daerah ini haruslah seperti memoles Nona Timor. Tidak perlu mengumbarnya, tapi memolesnya pelan-pelan, memberikan pendidikan, mengajarkan budaya halus dan memasak, sehingga kelak ia bisa memenangkan hati seorang pria yang baik dan bertanggung jawab. Dan untuk memulai hal ini, pemerintah haruslah benar-benar hadir untuk memberikan stimulus terlebih dahulu. Salam.
Honing Alvianto Bana. Lahir di Kota Soe – Nusa Tenggara Timur. Saat ini sedang aktif di Komunitas Paloli TTS dan pemuda gereja GBKN.