Ket foto : Sekretaris KPAD Kabupaten TTS,Okto Nabunome
SUARA TTS. COM | SOE – Kasus HIV/AIDS di Kabupaten TTS terus meningkat setiap tahunnya. Terhitung sejak tahun 2007 hingga Desember 2021, kasus HIV/AIDS di Kabupaten TTS mencapai angkat 426 kasus. Dimana 147 penderita di antaranya meninggal dunia. Jika total kasus dikurangi penderita yang meninggal dunia maka, per 31 Desember 2021 ada 279 kasus HIV/AIDS di Kabupaten TTS.
Data terbaru di tahun 2022 periode Januari hingga November, jumlah kasus baru penderita HIV/AIDS mengalami peningkatan menjadi 285 kasus.
Penyebaran kasus HIV/AIDS di Kabupaten TTS hampir merata. Dimana kasus ini bisa ditemui di 30 kecamatan dari total 32 kecamatan di Kabupaten TTS. Kecamatan Kota Soe menjadi Kecamatan dengan angka kasus HIV/AIDS tertinggi jika dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Berdasarkan hasil pendampingan dan supervisi Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kabupaten TTS, mayoritas penderita HIV/AIDS diketahui sempat bekerja di luar NTT. Saat bekerja di luar daerah inilah mereka terinfeksi virus HIV/AIDS.
Saat pulang ke rumah, para pekerja ini menularkan virus HIV Kepada istrinya melalui hubungan badan. Mereka masih belum mengetahui jika telah terinfeksi virus yang belum ditemui obatnya ini.
“ Mayoritas penderita yang kita dampingi mengaku, virus HIV ini dibawa oleh suami yang bekerja di luar NTT. Mereka terinveksi karena “ jajan” di luar atau ada pula yang terinfeksi dari jarum suntik narkoba. Mereka menularkan virus ini kepada istri mereka saat berhubungan badan,” ungkap Sekertaris KPAD Kabupaten TTS, Okto Nabunome.
Pada peringatan hari AIDS sedunia yang jatuh pada 1 Desember mendatang, secara nasional diambil teman “Satukan Langkah Cegah HIV/AIDS, Semua Setara Akhiri Aids”.
Tema nasional ini mengandung dua hal penting dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyebaran virus HIV/AIDS. Pertama, dalam melakukan upaya pencegahan dan pengendalian, pemerintah perlu menyatukan langkah dengan stakeholder terkait guna melakukan kerja-kerja kolaborasi. Pemerintah perlu merangkul semua pihak terkait mulai dari LSM, lembaga pendidikan, tokoh agama, tokoh masyarakat, media dan aparat penegak hukum guna mencegah dan mengendalikan penyebaran virus ini.
“ Kita (pemerintah) tidak bisa memerangi virus ini sendirian. Kerja-kerja kolaboratif dengan stakeholder terkait sangat penting. Oleh sebab itu, pemerintah sebagai leading sektor dalam pencegahan dan pengendalian penyebaran virus HIV/AIDS perlu menyatukan langkah dengan pihak terkait,” ujarnya.
Kedua, semua setara akhiri AIDS. Dalam upaya pencegahan dan pengendalian AIDS, pemerintah juga perlu merangkul penderita HIV/AIDS. Dimana, para penderita HIV/AIDS harus diperlakukan setara dengan warga lainnya sehingga mereka tidak merasa didiskriminasi atau pun dikucilkan dari pergaulan sosial. Para penderita HIV/AIDS harus diperlakukan sama seperti warga lainnya dan dipenuhi segala haknya, baik di bidang olahraga, kesehatan, pendidikan, sosial maupun dunia kerja.
“ Harus kita akui, masih banyak pihak yang belum mampu memperlakukan para penderita HIV/AIDS setara dengan warga lainnya. Masih cenderung terjadi, para penderita HIV/AIDS mengalami diskriminasi dan dikucilkan dari pergaulan. Sikap ini yang harus diubah dalam upaya mencegah dan mengendalikan penyebaran HIV/AIDS,” jelasnya.
Peringatan hari AIDS sedunia setiap tahunnya dilakukan dengan bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat akan bahaya penyakit menular HIV/AIDS.
Dilansir situs resmi WHO, tema Hari AIDS tahun 2022 adalah “Equalize” atau “Menyamakan”. Hari AIDS 2022 mengajak masyarakat di seluruh dunia untuk mengatasi ketidaksetaraan yang menghambat kemajuan dalam mengakhiri HIV/AIDS.
Berikut ini adalah poin-poin penting dari kampanye Hari AIDS Sedunia Tahun 2022
1. Perbarui Komitmen untuk Mengakhiri HIV/AIDS
Krisis global, Ketidaksetaraan dan tantangan ekonomi, sosial, budaya dan hukum terus-menerus timbul akibat pandemi COVID-19. Oleh karena itu, butuh upaya baru untuk mengakhiri AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat di dunia.
2. Fokus pada Kesetaraan
Kita harus memastikan bahwa setiap orang memiliki akses yang sama terhadap pencegahan, tes, pengobatan dan perawatan HIV/AIDS. Layanan kesehatan tersebut harus menjangkau dan memenuhi kebutuhan populasi yang paling berisiko dan terkena dampak penyakit HIV/AIDS.
3. Metode Baru Penyembuhan HIV/AIDS untuk Anak-anak.
Dikutip dari situs WHO, hanya 52% anak penderita HIV/AIDS yang menjalani pengobatan untuk menyelamatkan jiwa. Jika kita dapat menunjukkan kemajuan dalam mengakhiri infeksi baru di antara anak-anak dan memastikan semua menggunakan antiretroviral (ARV) yang berkualitas, kita memiliki harapan yang lebih besar untuk mengakhiri AIDS di semua populasi pada tahun 2030. (Advertorial).