Ket Foto : Ilustrasi
Oleh: Honing Alvianto Bana
SUARA TTS.COM | SOE – Hampir seminggu terakhir ini, pemberitaan terkait penutupan usaha miras lokal (sopi) menjadi perbincangan di berbagai group WA. Tentu, dalam perbincangan itu terjadi pro-kontra. Yang saya sayangkan adalah, ada yang mendukung penutupan usaha sopi dengan alasan bahwa sopi adalah biang kerok dari segala permasahan kekerasan yang berdampak pada rusaknya generasi penerus TTS.
Pertanyaan saya adalah apakah miras (sopi) memang pantas untuk disalahkan?
Setiap kali ada kejahatan apa saja yang didahului dgn kegiatan minuman keras, orang-orang langsung bereaksi dengan menyalahkan minuman keras. Minuman keras dianggap sebagai pemicu segala jenis kejahatan. Solusi yang biasanya ditawarkan dari kelompok ini adalah penutupan atau larang peredaran minuman keras secara total.
Ket Foto : Honing Alvianto Bana.
Di berbagai negara maju, minuman keras umumnya tidak dilarang total, tapi diatur peredarannya. Salah satu poin penting dalam pengaturan peredaran minuman keras adalah pembatasan umur. Contohnya di Jepang, di sana minuman keras hanya boleh dikonsumsi oleh orang berusia 20 tahun lebih. Kadar alkoholnya juga terkontrol, penjualnya juga terdata dan lain-lain.
Jadi, kalau ada anak-anak remaja yang berusia di bawah 20 tahun minum minuman keras, itu sudah pasti salah. Tidak peduli mereka melakukan kejahatan atau tidak setelah minum. Mereka akan dianggap sebagai anak-anak remaja yang sudah biasa melakukan pelanggaran. Kejahatan lanjutan adalah akibat dari persoalan sebelumnya, yang membuat mereka minum.
Di daerah kita, Nusa Tenggara Timur,terlalu banyak minuman keras lokal seperti Sopi, Moke, ada Peci, ada tua nakaf insana dan kalau khusus di TTS, yang paling kita kenal adalah Sona Likaf dan Soklin (Sopi Kualin) .
Minuman-minuman itu, awalnya memang digunakan untuk keperluan adat, tapi dengan berjalannya waktu minuman ini memiliki kegunaan yang bermacam-macam. Ada yang digunakan untuk menghangatkan badan di musim dingin, adat yang untuk mengenakan badan saat selesai membersihkan kebun, sampai pada ada yang hanya ingin mengisi waktu kosong bersama teman-teman.
Meski begitu, tak bisa dipungkiri bahwa sebagian orang memang anti terhadap miras. Alasan yang sering diajukan adalah ” dampak dari minuman keras itu sangat fatal. Itu bisa membuat generasi penerus kita rusak. anak-anak muda dan remaja bisa saja berkelahi karna minuman keras”.
Menurut saya, mabuk seperti itu sama sekali tidak boleh dikaitkan dengan minuman keras. Tidak ada hubungan. Ini adalah soal kenapa anak-anak menjadi liar. Selain itu, ada lagi yang bertanya, siapa yang mengajari anak-anak sampai bisa seperti itu?
Menurut saya, itu adalah pertanyaan yang salah. Pertanyaan yang benar adalah siapa yang tidak mengajari mereka? Siapa yang lalai mendidik mereka, sehingga menjadi anak-anak liar yang kehilangan akal sehat sama sekali. Jawabannya jelas: orang tua dan masyarakat di sekitar mereka. (mungkin ada sebagian orang tua, guru dan masyarakat yang tidak terima, tapi itulah tugas kita semua)
Soal ini penting untuk ditegaskan. Anak-anak mabuk, akar utama masalahnya bukan pada minuman keras, tapi pada pola asuh anak-anak itu. Pola asuh yg salah membuat mereka jadi anak-anak yang rusak dan merusak diri. Kalau sudah rusak begitu, mereka bisa mencari dan menemukan apa saja untuk merusak diri. Minuman keras hanyalah salah satu alat yang bisa mereka pakai. sekali lagi, HANYA SALAH SATU ALAT YANG BIASA MEREKA PAKAI.
Jadi, sekali lagi solusinya bukan menjauhkan mereka dari MIRAS. Mustahil kita bisa melakukan itu. Di sekeliling kita ada puluhan ribu bahan kimia dan ribuan pohon tuak atau kelapa yang bisa dipakai untuk membuat minuman keras. Kita tidak mungkin mengendalikan semuanya.
Solusinya adalah dengan menjadikan anak-anak itu tumbuh normal, sehat jiwa raga, dengan asuhan dan pendidikan yang benar. Anak-anak rusak itu umumnya tumbuh dalam keluarga yg tidak mengasuh dan mendidik anak dengan baik. Lalu sekolah juga tidak menjadi tempat pendidikan, hanya berfungsi sebagai tempat menghafal dan pengahakiman. Begitu juga lingkungan masyarakat yang tidak pernah mau mendengar masalah anak-anak remaja dan anak-anak muda. Orang-orang dewasa hanya mau menasihati, mau menyuruh, mau memerintah, mau membimbing dan tidak pernah mau mendengar persoalan-persoalan dari mereka. Anak-anak muda tidak pernah di kasih kesempatan untuk merunut permasalahan atau mencari solusi atas permasalahan yang mereka alami. Inilah masalah utama yang harus diselesaikan.
kalau hal-hal diatas itu sudah kita lakukan, meskipun miras atau sopi dijual dipinggir jalan, saya yakin anak-anak tidak akan membeli, apa lagi mengkonsumsinya.
Coba kita lihat kembali cara berpikir kita selama ini. Remaja mabuk, kemudian melakukan kejahatan, yang disalahkan minuman keras. Padahal yang paling salah adalah orang tua dan masyarakat disekitar mereka. Tapi terlalu panjang alur berpikir untuk sampai pada kesimpulan itu. Juga orang dewasa terlalu berat untuk mengakuinya sebagai kesalahan.
Maka orang lebih suka memilih jalan pintas, yang salah adalah minuman keras. Apalagi ada ayat agama yang bisa dipakai untuk menyalahkan minuman keras. Tentu saja ada lebih banyak alasan yang juga bisa dipakai untuk menyalahkan orang tua dan guru. Tapi dengan alasan yang sama seperti yang saya ungkap di muka, alasan-alasan itu sering kali tidak dipakai.
Jepang adalah negara di mana minuman keras dengan mudah ditemukan di toko-toko kecil di pinggir jalan. Tapi kita tdk akan dgn mudah menemukan remaja teler di sana. Soalnya adalah, orang tua dan sekolah mendidik anak-anak dengan baik.
Persoalan keluarga di negara dan daerah kita ini sangat besar, tapi hampir tidak pernah disentuh secara sistematis oleh pemerintah. Orang-orang didorong untuk menikah. Tidak menikah adalah aib. Lalu setelah menikah, mereka didorong untuk punya anak. Kalau tidak ada anak dianggap gagal. Tapi orang-orang tidak didorong untuk terlebih dahulu belajar tentang cara mengasuh dan mendidik anak. Padahal mengasuh dan mendidik anak itu memerlukan sangat banyak pengetahuan.
Ini adalah soal perencanaan keluarga atau yang biasa kita kenal sebagai keluarga berencana (KB) . Keluarga berencana (KB) adalah soal mempersiapkan orang-orang untuk membentuk keluarga yang baik, dengan sebuah perencanaan. Tapi selama ini yang kita pahami soal keluarga berencana adalah soal pembatasan jumlah anak.
Jadi soal remaja/ pemuda mabuk adalah soal melencengnya berbagai hal dari yang seharusnya. Ada soal besar dan rumit di situ, di mana pemerintah dan kita seharusnya hadir untuk membenahinya. Tapi selama ini kehadiran kita hanya sebatas sayup-sayup saja. Pokoknya asal tutup dan melarang peredaran miras, tidak perlu melihat faktor-faktor lain yang membuat anak mabuk, tentunya selain menyalahkan miras. Salam
** Honing Alvianto Bana. Lahir di Soe – NTT. Saat ini sedang aktif di Komunitas Paloli TTS. Ia Suka menulis puisi, cerpen, dan opini.