Berita

Memperkaya Diri Sendiri Tua Golo Abdul Majid Di Duga Gelapkan Tanah Adat

62
×

Memperkaya Diri Sendiri Tua Golo Abdul Majid Di Duga Gelapkan Tanah Adat

Sebarkan artikel ini

Manggarai Barat, KUPANGONLINE.COM – Harmin, seorang warga desa Pasir Panjang, Kec. komodo disebut mengklaim tanah adat milik Dusun Lenteng, Desa Golo Mori. Tak tanggung-tanggung, tanah yang diklaim Harmin seluas 62.000 M2 atau 6.2 Ha.

Menurut Haji Idrus, perwakilan masyarakat adat Dusun Lenteng, klaim Harmin tersebut tidak berdasar dan tidak benar.

“Sampai hari ini, kami selaku masyarakat adat tidak pernah melihat Harmin menguasai tanah seluas 6 hektar sebagaimana klaim dia yang tertuang dalam surat permohonan sertifikat ke BPN Manggarai Barat,” ungkap Haji Idrus kepada Media ini pada Minggu, [13/19] malam.

“Sebenarnya tidak ada tanah Harmin pun orangtua yang bernama Ismail, karena dia tidak pernah menunjukkan kepada kami surat perolehan Bapaknya [Ismail]. Bagaimana mungkin kami percaya,” jelas Haji Idrus.

“Tanah yang diklaim Harmin adalah tanah masyarakat adat Dusun Lenteng, karena kami tidak pernah melihat bukti kepemilikan seseorang di atas tanah itu,” ujarnya.

“Selain itu, kami selaku masyarakat adat Dusun Lenteng tidak pernah mendapatkan bidang tanah seperti yang diklaim oleh Hamrin. Yang selama ini diperoleh masyarakat adat dari tua golo hanya berukuran 20 meter x30 meter per orang. Anehnya, dia bukan warga Dusun Lenteng tetapi kok bisa dapat tanah seluas 62.000 M2,”

“Kami sudah melihat perolehan yang diterbitkan oleh Mantan Tua Golo Lenteng Haji Abdul Majid pada tahun 2020. Kami menduga ada konspirasi antara Saudara Harmin dengan Tua Golo Lenteng terdahulu atas nama Haji Abdul Majid sehingga diterbitkan surat perolehan tersebut,”

Surat itu, kata Haji Idrus, justru dibantah oleh Harmin sendiri pada saat mediasi di Kantor BPN Manggarai Barat pada Rabu, [2)10] siang .

“Saat itu, Harmin mengatakan tidak mempunyai bidang tanah di lokasi tersebut [wae Ri’i]. Menurut dia, yang ada itu hanya tanah bapaknya. Tapi di BPN Harmin tidak menunjukkan surat perolehan Bapaknya,”

Pengakuan itu disampaikan Harmin di hadapan BPN, Sekretaris Desa Golo Mori dan Ketua DPD Desa Golo Mori, Pengacara Harmin atas Edu Gunung, Perwakilan Masyarakat Adat Lenteng diwakili Haji Idrus, Jufri, Alfa Hidayat dan Nursali.

Haji Idrus juga menyampaikan bahwa Surat Penyerahan Tanah Tua Golo pada tahun 2020 dibuat hanya untuk keuntungan pribadi.

“Pada tahun 2020 kepada saudara harmin, secara tahu dan mau saudara Haji Majid mengeluarkan surat penyerahan tersebut demi ingin menghilangkan tanah adat masyarakat dusun Lenteng, perbuatan saudara haji Majid sepertinya telah melakukan persekongkolan dengan saudara harmin untuk memperkaya diri, sehingga mengorbankan tanah adat masyarakat dusun Lenteng,” kata Haji Idrus.

Menurutnya, sikap Haji Abdul Majid dapat memicu terjadinya konflik di tengah masyarakat Dusun Lenteng.

“Perbuatannya haji Majid adalah upaya untuk membuka peluang terjadinya pertumpahan darah di lokasi tanah adat di dusun Lenteng. Perbuatannya saudara haji Majid adalah penghianatan terhadap masyarakat adat dusun Lenteng,” tegasnya.

Oleh karena itu, Ia berharap Majid membatalkan surat yang penyerahan yang pernah dibuat pada tahun 2020.

“Maka dengan itu, kami minta kepada saudara haji Majid agar segera membatalkan surat penyerahan/perolehan yang haji Majid sudah terbitkan pada tahun 2020. Kalau Sudara haji Majid tidak membatalkan surat tersebut maka kami masyarakat adat dusun Lenteng akan lakukan demo besar-besaran di depan tempat kediaman tua golo lenteng, kami ingin menuntut agar hak adat kami agar segera dikembalikan ke masyarakat adat dusun Lenteng,” tutup Idrus.

BPN Diminta Hentikan Proses Permohonan Sertifikat

Sementara itu, Hipatios Wirawan, Kuasa Hukum Masyarakat Adat Dusun Lenteng, Desa Golo Mori meminta kepada Badan Pertanahan Kabupaten Manggarai agar segera menghentikan proses permohonan sertifikat yang diajukan oleh Harmin .

“Saya meminta BPN Manggarai Barat agar segera menghentikan proses permohonan Saudara Harmin, hingga ada putusan pengadilan atau hasil mediasi antara masyarakat adat dengan Harmin,” ujar Wira.

Permintaan Kuasa Hukum Masyarakat Adat Lenteng itu berdasarkan temuan adanya kejanggalan terhadap klaim Harmin.

“Saya telah meneliti semua berkas-berkas yang berkaitan dengan klaim kepemilikan tanah oleh Saudara Harmin. Banyak sekali kejanggalan. Pertama, Batas-batas tanahnya berbeda antara yang tertera dalam surat penyerahan tanah Adat yang dikeluarkan oleh Tua Golo Abdul Majid pada tahun 2022 dengan fakta yang sebenarnya di lokasi tanah. Kedua, Saudara Harmin sendiri membantah isi surat yang dikeluarkan Tua Golo Abdul Majid pada tahun 2022 pada saat mediasi di BPN Manggarai Barat. Surat Tua Golo pada pokoknya menerangkan bahwa Harmin memilik sebidang tanah selalu 6.2 Ha yang diperoleh berdasarkan penyerahan Adat, sementara Harmin menyatakan tidak memiliki tanah yang bersumber dari penyerahan Adat, namun tanah dari Bapaknya yang bersumber dari penyerahan Adat pada tahun 2012. Ketiga, Mantan Tua Golo Abdul Majid, Tua Golo sekarang yaitu Haji Zakaria dan Saudara Harmin sendiri tidak pernah menunjukkan Surat Penyerahan Adat pada tahun 2012. Bahkan dalam berkas permohonan sertifikat ke BPN Manggarai Barat tidak ada lampiran surat Penyerahan tahun 2012 itu. Keempat, dalam berkas riwayat penguasaan tanah yang diajukan ke BPN, Harmin mengaku baru mendapatkan tanah pada tahun 2020. Itu artinya, dia merujuk pada Surat Penyerahan Tahun 2020 yang dikeluarkan oleh Tua Golo Abdul Majid. Padahal Surat penyerahan tahun 2020 yang dikeluarkan Abdul Majid hanya untuk mengukuhkan penyerahan terdahulu, yang diklaim oleh Harmin terjadi pada tahun 2012,” papar Hipatios Wirawan.

Wira menjelaskan, kejanggalan yang berkaitan dengan alas hak kepemilikan tanah tersebut bukan masalah yang sederhana.

“Saya menduga ada mafia tanah yang ikut dalam peralihan tanah Adat masyarakat Lenteng. Apalagi, tanah itu sudah dijual. Sebelumnya juga sudah ada dua bidang tanah milik adat seluas 4 Hektar telah dijual secara diam-diam dan saya mendapatkan informasi dari Klien Saya bahwa sudah terjadi pembayaran dalam jual-beli yang terakhir yaitu tanah seluas 6.2 Hektar,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Wira mengingatkan kepada Notaris yang mengurus Akta Jual Beli Tanah tersebut agar lebih Hati-hati.

“Terkait sengketa tanah adat di Lenteng ini, saya berharap juga agar Notaris tidak melayani atau melanjutkan proses Akta Jual-Beli sebelum ada penyelesaian atau putusan dari Pengadilan,” tutup Hipatios.**

Penulis: Tim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *