Oleh Aisyiah Aiwani Baletti
Manusia kini tengah berada di abad ke 19 dan menginjakan diri pada rana waktu society 5.0. dimana manusia dimasa ini merupakan individu yang terjalin dengan mudah menggunakan telekomunikasi dan mampu bersosialisasi dengan baik tanpa menjadikan waktu dan tempat sebagai alasan pemisahan ruang. Namun jika diliat lebih jauh lagi, digitalisasi dan society 5.0 merupakan gadangan peradaban dunia yang pada akhirnya belum mampu diinternalisasi secara maksimal oleh individu.
Masyarakat Indonesia pada umumnya berada dalam zona berkembang yang masih jauh dalam zona interpretasi kemajuan. Masyarakat Indonesia sebagai besar masih kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam peradaban yang ada sekarang ini. Hal tersebut pada dasarnya didasari oleh pemahaman pendidikan yang minim, pola pendidikan yang belum jelas dan masih mengakar pada ceremonial, tidak fokusnya pemerintah dalam mengamunisi masyarakat serta adanya kegiatan kegiatan pelatihan yang sifatnya ceremonial saja. Dari beberapa problematika teesebut akhirnya masyarakat terjebak pada proses proses pendidikan yang sarat akan kemajuan.
Problematika lain yang ikut muncul adalah adanya penolakan perkembangan zaman dan penyesuaian kultur dalam masyarakat itu sendiri akhirnya masyarakat tertinggal jauh dan kesulitan dalam berkehidupan.
Dalam hal ini, masyarakat kita kebanyakan menolak keberadaan digitalisasi. khususnya dalam rana pembayaran digital atau yang kita kenal dengan kredit, Qris dan lain lain yang setipe. Dalam kota kota besar kita sering menjumpai adanya penggunaan pembayaran digital hanya saja pemerataan hal tersebut tidak merata sampai ke plosok plosok.
hingga pada akhirnya kita menjumpai kesenjangan antara pengenalan dan penggunaan sistem pembayaran yang ada di kota dan desa.
Hal tersebut sebenarnya bermuara pada hal hal yang sifatnya keterbukaan individu. Pembayaran konvensional merupakan salah satu cara transaksi yang sudah dipergunakan dari dahulu kala. Hanya dengan berbagai macam kemajuan teknologi dan juga kesadaran individu akan pertumbuhan peradaban kita juga mengenal adanya pembayaran digital. dua duanya merupakan sistem pembayaran yang sah. hanya terkait kemudahan dan efisiensi seharusnya digitalisasi buying harusnya mampu menjadi prioritas pertumbuhan ekonomi di era sekarang ini.
Selain terkait keterbukaan, permasalahan yang mengakibatkannya pembayaran digital belum merata di daerah plosok adalah dikarenakan adanya keterbatasan jaringan sehingga masyarakat kesilitan untuk beranjak dari pembayaran konvensional.
Adapun trobosan solusi terkait permasalahn tersebut adalah pemerintah melalui bank indonesia harus mampu memfasilitasi dan menjabarkan pentingnya digitalisasi agar masyarakat mampu beranjak dari konvesional kepada hal hal yang sifatnya digitalisasi.
Bank Indonesia sebagai instansi yang bertanggungjawab perlu melatih masyarakat dan menyebarkan pemahaman pembayaran yang merata kepada masyarakat. Dan fokus tersebut perlu dilakukan secara merata tanpa mendiskriminasi individu yang berasal dari wilayah tertentu.
Selain itu, Pemerintah juga perlu mempercepat pembangunan dan perkembangan nasional khususnya dalam hal ketersediaan jaringan agar masyarakat mampu mendapatkan kemudahan dalam melaksanakan kehidupan sehari harinya.***