BeritaOpini

Kalau Ingkar, Mengapa Janji?

2
×

Kalau Ingkar, Mengapa Janji?

Sebarkan artikel ini

Ket Foto: Ilustrasi 

Oleh: Margarita D. I. Ottu, M.Pd.K; Semuel Manafe,SH

SUARA TTS.COM | SOE – Suatu perspektif Kristen dan Hukum terkait tingginya angka kasus Ingkar Janji Menikah (IJM) di Kabupaten Timor Tengah Selatan

“Bumi cemar karena penduduknya, sebab mereka melanggar undang-undang, mengubah ketetapan dan mengingkari perjanjian abadi. (Yesaya 24: 5)”

Jangan berjanji pada siapa pun kalau akhirnya mengecewakan orang lain. Berjanji itu mudah, tapi menepatinya bagi banyak orang bisa jadi sulit.

Berdasarkan rekapan data kasus oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2022,terdapat 16 kasus dan kasus Ingkar Janji Menikah (IJM) berjumlah 8 kasus yang menempati urutan kedua dari data kasus yang ada. Hal ini dapat diketahui bahwa 8 korban kasus IJM inilah yang melapor ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan mungkin ada juga korban IJM lainnya yang tidak melapor dan mungkin sudah ada penyelesaian secara kekeluargaan. Besar dugaan bahwa kasus IJM berpotensi meningkat.

Menjadi tanggung jawab siapa? Apakah kurangnya sosialisasi hukum kepada masyarakat sehingga minimnya pemahaman hukum? Apakah kurangnya peran serta pihak gereja dalam memberikan bimbingan pastoral kepada jemaatnya? Ataukah perkembangan zaman yang menyebabkan terjadinya degradasi moral?

Tinjauan Umum Tentang Ingkar Janji

Adapun definisi ingkar janji menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu terdiri dari dua suku kata yaitu ingkar dan janji. Definisi kata ingkar adalah menyangkal; tidak membenarkan; tidak mengakui; mangkir; tidak menepati; tidak mau; tidak menurut. Sedangkan kata janji adalah pernyataan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat; persetujuan antara dua pihak (masing-masing menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat sesuatu); syarat (ketentuan yang harus dipenuhi). Dari kedua definisi tersebut maka dapat disimpulkan pengertian mengenai ingkar janji yaitu penyangkalan terhadap pernyataan yang menyatakan kesediaan atau kesanggupan atau persetujuan antara dua pihak.

Pengertian Ingkar Janji Kawin

Ingkar janji kawin yang dimaksudkan dalam pendapat ini adalah mengenai ingkar janji yang dilakukan sebelum adanya perkawinan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya mengenai pengertian ingkar janji yaitu penyangkalan terhadap pernyataan yang menyatakan kesediaan atau kesanggupan atau persetujuan antara dua pihak. Maka untuk menjelaskan pengertian ingkar janji kawin, terlebih dahulu memahami tentang pengertian kawin.

Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, kawin adalah menikah. Nikah diartikan sebagai perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami isteri (dengan resmi).Dari pengertian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan pengertian mengenai ingkar janji kawin. Ingkar janji kawin adalah penyangkalan terhadap persetujuan antara dua pihak, yaitu pihak laki-laki dan pihak perempuan yang masing-masing menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk menikah (bersuami isteri dengan resmi).

Penyangkalan disini dapat berasal dari salah satu pihak atau kedua belah pihak. Namun, jika penyangkalan berasal dari kedua belah pihak maka disana telah terdapat kesepakatan bahwa keduanya sama-sama menyangkal adanya suatu janji kawin dan karenanya tidak menimbulkan permasalahan kecuali jika melibatkan pihak ketiga.

Perspektif Hukum

Bahwa saat ini tentunya kita sering mendengar masalah hukum yang tak asing lagi ditelinga kita yaitu seperti seorang wanita yang dijanjikan akan dinikahi oleh kekasihnya namun janji tersebut tidak ditepati dan bahkan tak ada kepastian dari kekasih yang menjanjikannya. Tidak adanya kepastian dan janji yang tidak ditepati membuat pihak wanita merasa malu, dikhianati dan dibohongi, tentunya dikarenakan pihak wanita telah mengenalkan sang pria kepada keluarga besar sang wanita, dan biaya-biaya lain yang telah keluar selama pacaran. Dengan pihak wanita yang merasa tidak terima atas perbuatan dari kekasihnya tersebut kemudian membawa permasalahan ini melewati jalur hukum.

Bahwa masalah utamanya adalah janji (janji menikahi) yang tidak ditepati atau ingkar janji. Sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung bahwa dengan tidak janji menikahi atau mengingkari janji kawin merupakan perbuatan hukum.

Perbuatan Melawan Hukum atau Onrechtmatigedaad diidentifikasikan dengan perbuatan yang melanggar undang- undang, perbuatan yang bertentangan dengan hak-hak orang lain, perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan dan kesopanan serta perbuatan. Dimana dalam perbuatan melawan hukum terdapat 5 unsur yaitu Adanya suatu perbuatan; Perbuatan tersebut melawan hukum; Adanya kesalahan dari pihak pelaku; Adanya kerugian bagi korban; Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.

Bahwa perbuatan melawan hukum dimana ia telah melanggar norma kesusilaan dan kepatutan masyarakat sehingga ia harus bertanggung jawab dengan mengganti kerugian tersebut. Dimana dalam mengganti kerugian mengenai perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUH PERDATA (Kitab Undang – Undang Hukum Perdata) yang berbunyi “Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Jika dikaitkan dengan Arrest Cohen-Lindenbaum (H.R. 31 Januari 1919), yang telah memberikan perluasan pada pengertian “perbuatan melawan hukum” yang mana perbuatan melawan hukum juga mencakup pada perbuatan yang “melanggar kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat” sehingga hal tersebut jika dikaitkan dengan Pasal 1365 KUH Perdata maka ketika adanya suatu hubungan kasualitas antara sebab dan akibat maka tentu akan timbul apa yang disebut ganti rugi.

Bahwa sejalan pula dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 3191 K/Pdt/1984 tanggal 8 Februari 1986 dalam perkara antara Masudiati melawan I Gusti Lanang Rejeg, dengan susunan Majelis Hakim Agung: Ketua: Ny. H. Poerbowati Djoko Soedomo, SH. Anggota: Th. Ketut Suraputra, SH.; H. Danny, SH.

Dengan kaidah hukumnya “bahwa dengan tidak terpenuhi janji tergugat asal untuk mengawini penggugat asal, tergugat asal telah melanggar norma kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat, serta perbuatan tergugat asal tersebut merupakan suatu perbuatan melawan hukum sehingga menimbulkan kerugian terhadap diri penggugat asal, maka tergugat asal wajib membayar kerugian”.

Selain ranah hukum perdata yang dapat diajukan, terdapat juga unsur pidana. Seperti pada Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sekayu Sumatera Selatan tanggal 5 November 2015 dimana Seorang pria yang tidak menepati janji menikahi dan mendapatkan sejumlah barang dari keluarga saksi korban kemudian melarikan diri ke pulau jawa. Dimana adanya unsur penipuan, sesuai Pasal 378 KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengenai Penipuan yang berbunyi “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.” Dimana apabila kita melihat pada kasus tersebut, termasuk melakukan perbuatan penipuan yaitu dengan maksud menguntungkan dirinya sendiri yaitu dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan. Jadi bisa kita lihat bahwa kasus seperti diatas dapat kepada gugatan keperdataan dan pidana sekaligus dikarenakan adanya Perbuatan Melawan Hukum dan Penipuan.

Perspektif Kristen tentang Janji

Tidak Pernah Ingkar Janji (Ulangan 7 : 1-11, Yesaya 46:4). Kehidupan manusia selalu dipenuhi dengan janji, sepanjang janji yang telah disepakati tidak pernah dilanggar maka semua proses kehidupan akan berjalan dengan lancar. Manusia sulit dipercaya karena suka dan mudah mengingkari janji. Misalnya Janji setia pernikahan yang diucapkan di depan altar Tuhan dilanggar. Para pedagang melanggar janji dengan partner dagangnya, akibatnya timbul penipuan, pecah kongsi dan sebagainya Mengingkari janji itu sangat menyakitkan hati, sahabat yang baik dapat menjadi musuh, suami isteri akan bercerai. Inilah yang disebut dengan ketidaksetiaan.

Bagaimana orang Kristen dapat mencapai kesetiaan? 

Orang Kristen seharusnya belajar pada yang Maha Setia. Berdasarkan Ulangan 7: 1-11 menguraikan tiga alasan mengapa sebagai orang Kristen harus setia kepada Tuhan?

Pertama; orang Kristen harus setia kepada Tuhan, karena godaan dunia bertubi-tubi (ayat 4). Kita harus setia, itu kunci utamanya, namun Tuhan itu setia kepada kita bukan karena kesetiaan kita. Jadi apa maksudnya ini? Tuhan itu setia, karena memang sifat dan karakternya adalah setia. Dalam 2 Timotius 2 :13 dituliskan bahwa “Jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya” Di dalam kesetiaan perlu adanya ketaatan. Dalam Ulangan 7: 1-5 ini membicarakan tentang orang Israel yang pada waktu itu masih berada di tanah Mesir. Di sana mereka diperbudak, diperlakukan dengan tidak baik dan penuh dengan berbagai tekanan. Mungkin karena sudah berjalan cukup lama, kondisi ini menjadi biasa. Mereka seakan-akan merasa sudah enak dan menikmati keadaan ini., padahal semenjak Abraham pertama kali dipanggil Tuhan untuk keluar dari Tanah Us, Kasdim; tujuannya adalah agar dia pergi ke tempat yang dijanjikan yakni Tanah Perjanjian. Oleh karena itu dari awal Tuhan memberikan peringatan kepada umat Israel. Maka ada nasihat penting yang harus mereka turuti yakni mereka tidak boleh mengadakan perjanjian dan tidak boleh mengasihani mereka” Peringatan ini seakan-akan sangat kejam dan tidak manusiawi.

Kedua; Kita harus setia pada Tuhan, karena kita ini orang pilihan Tuhan. Ayat 7 mencatat, “bukan karena jumlah kita lebih banyak sehingga membuat hati Tuhan terpikat, bukan juga karena kita paling kecil dari segala bangsa sehingga membuat Tuhan berbelas kasihan. Tetapi Tuhan itu mengasihi kita karena kesetiaan-Nya yang tidak pernah ingkar janji. Janji manusia dapat batal, kadang karena kondisi, waktu, cuaca, keamanan dapat membuat kita tidak menepati janji.

Bagi orang-orang percaya, perilaku ingkar janji tidak berbeda jauh dengan berbohong. Yesus berkata tegas: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” (Matius 5:37). Atau dalam bahasa Inggrisnya: “Let your Yes be simply Yes, and your No be simply No; anything more than that comes from the evil one.” Aturannya jelas. Jika kita sudah mengatakan ya, tepatilah, sebelum si jahat menemukan sebuah lahan bermain yang menyenangkan dalam diri kita dan kemudian membuat kita terus bertumbuh menjadi pembohong-pembohong kelas kakap yang tidak lagi merasa bersalah ketika melakukannya.

Yesus mengatakan hal ini dalam konteks menasihati kita untuk tidak bersumpah, yang mengacu kepada 10 Perintah Allah: “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu” (Keluaran 20:16). Pada kenyataannya, manusia terkadang begitu mudah bersumpah demi segala sesuatu, bahkan berani bersumpah dengan mengatas namakan Tuhan untuk sesuatu kebohongan.

Dalam kitab Mazmur kita bisa melihat ayatnya. “Engkau membinasakan orang-orang yang berkata bohong, TUHAN jijik melihat penumpah darah dan penipu.” (Mazmur 5:7). Dari ayat ini secara jelas bahwa menipu bukanlah pelanggaran ringan. Seorang penipu itu disamakan dengan pembunuh. Hal ini logis karena dengan menipu atau ingkar janji kita bisa membunuh harapan dan kepercayaan orang dan bisa merugikan orang lain.

Menghormati Janji

Ayat Alkitab dari Yehezkiel 17:19 menuliskan “Oleh sebab itu, beginilah firman Tuhan ALLAH: Demi Aku yang hidup, Aku pasti menimpakan atas kepalanya sumpahnya kepada-Ku, yang dipandangnya ringan dan perjanjiannya di hadapan-Ku, yang diingkarinya.” Oleh karena itu, belajarlah sejak dini untuk menepati dan menganggap serius sebuah janji. Orang yang selalu menepati janji dengan sendirinya menjadi saksi kuat akan dirinya sendiri dalam hal kebenaran, sehingga mereka tidak lagi perlu mengucapkan sumpah-sumpah lewat bibirnya untuk meyakinkan orang lain.

Dengan demikian, hendaknya sebagai orang Kristen haruslah menghormati janji dengan menepatinya. Jika ya, katakanlah ya. Jika tidak, katakan tidak. Ketika mengatakan ya, peganglah itu dengan sungguh-sungguh dan jangan biasakan untuk memberi janji-janji palsu dengan alasan apa pun.

Hendaklah orang Kristen selalu mengutamakan kejujuran agar tidak membuka peluang bagi iblis untuk berpesta pora menghancurkan segala yang sudah kita bangun dengan susah payah.

Hendaklah Jangan membiasakan diri berjanji tetapi tidak menepatinya. Kita sebagai orang Kristen bukanlah manusia lama tetapi manusia baru yang telah mengenal Kristus. Maka sebaiknya kita bertindak hati-hati dan halus dan sopan dalam bertutur kata karena kita meyakini segala ucapan kita bisa melukai hati kudus Kristus bahkan manusia itu sendiri.

Sebagai orang Kristen sejati marilah memulai hal kecil dengan tetap berpegang teguh pada janji-janji yang dibuat. Jangan berjanji kalau akhirnya ingkar janji.

 

* Penulis: Margarita D. I. Ottu, M.Pd.K (Guru SMP Negeri 2 SoE) dan Semuel Manafe (Praktisi Hukum)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *