BeritaOpini

Haruskah Bercerai? : Suatu Perspektif Pernikahan Kristen

2
×

Haruskah Bercerai? : Suatu Perspektif Pernikahan Kristen

Sebarkan artikel ini

Oleh: Margarita D. I. Ottu, M.Pd.K

SUARA TTS.COM | SOE –Pernikahan dalam Kristen merupakan sebuah penyatuan rohani oleh Allah. Dalam pernikahan, pasangan suami dan istri harus terus menjalankan hubungan yang benar dengan Tuhan secara rohani atau spiritual. Ironisnya, terdapat keluarga Kristen yang usia pernikahannya dikatakan baru seumur jagung akhirnya bercerai bahkan ada juga keluarga Kristen yang usia pernikahannya bisa dibilang matang tetapi juga masih memiliki niat untuk bercerai? Bercerai menjadi tren di era ini dengan ragam tawaran perkembangan zaman yang menyajikan gaya hidup hedonisme dan konsumtif yang mampu menghipnotis banyak keluarga Kristen gagal mempertahankan rumah tangganya.

Menurut Desedentison W. Ngir (2013) dalam buku Bukan Lagi Dua Melainkan Satu: Panduan Konseling Pranikah & Pasca nikah, pasangan yang tidak melibatkan Tuhan berarti sudah memutuskan sumber daya terbesar untuk mencapai tujuan pernikahan. Oleh karena itu, penting bagi pasangan suami istri untuk tetap menjalin hubungan yang dekat dengan Tuhan Yesus Kristus. Selain itu, setiap pasangan juga harus menerapkan prinsip dasar pernikahan Kristen dalam rumah tangganya.

Menurut Richard M. Daulay, ada beberapa prinsip dasar pernikahan Kristen, antara lain: Pernikahan Berasal dari Allah; berdasarkan Kejadian 2: 18 “TUHAN Allah berfirman: ‘Tidak Baik, Kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Bahwa Pada mulanya, Allah menjadikan manusia laki-laki dan perempuan. Ini artinya, prakarsa pernikahan pertama-tama datang dari inisiatif Allah. Perkawinan Merupakan Ikatan Baru; Seseorang yang menikah meninggalkan ayah dan ibunya kemudian bersatu dengan istri atau suaminya. Artinya, seseorang yang sudah menjalin pernikahan berarti sudah lepas dari ikatan lama, yaitu orangtua dan masuk ikatan baru, yakni suami dan istri.

Dua Orang Menjadi Satu; berdasarkan Kejadian 1 ayat 24: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” Hal ini juga disebutkan dalam Matius 19:4-6 yang berbunyi: “Jawab Yesus: ‘Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Sehingga secara jelas bahwa dua orang yang menikah bersatu menjadi satu daging. Ini mengandung makna bahwa tidak ada lagi pemisah di antara suami dan istri. Mereka sudah satu hati, satu pikiran, satu roh, satu tujuan, satu penderitaan, satu suka, dan satu dalam segalanya.

Tidak Boleh Diceraikan Manusia; berdasarkan Matius 19:6 “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Telah jelas bahwa apa yang sudah dipersatukan oleh Tuhan tidak boleh diceraikan manusia. Dengan kata lain, mereka yang menceraikan apa yang sudah dipersatukan oleh Allah berarti telah merusak karya Allah.

Perceraian menjadi salah satu faktor yang membawa dampak bagi pertumbuhan gereja. Perceraian yang terjadi di dalam keluarga Kristen adalah hal yang tidak dikehendaki oleh Allah. Allah tidak pernah merencanakan perceraian di dalam suatu keluarga. Sejak Allah menciptakan manusia yaitu Adam dan Hawa, Allah mengharapkan manusia selalu bahagia dan damai sejahtera. Mengusahakan dan memelihara apa yang sudah Allah berikan kepada mereka. Dan juga di dalam Kejadian 1:28 Allah berfirman kepada mereka untuk beranak cucu dan bertambah banyak. Allah selalu ada bersama dengan keluarga.

Gereja akan sangat bertumbuh baik dalam hal Kuantitatif, kualitatif maupun organik jika keluarga menjalankan apa yang Allah firmankan, tidak ada perceraian. Karen apa yang sudah dipersatukan Allah tidak boleh dipisahkan oleh manusia. Tetapi pada kenyataannya banyak keluarga yang tidak bisa mempertahankan hubungan keluarga mereka, mereka memilih untuk bercerai.

Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan yang sah yang berlaku adalah menurut Undang-undang ini, namun, hal penting yang perlu diketahui adalah dari berbagai pandangan sahnya perkawinan menurut pandangan, unsur agama merupakan hal yang utama dalam sahnya perkawinan. Perkawinan di Indonesia diatur Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 serta peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 mengenai Perkawinan.

Ajaran Kristen melarang untuk bercerai, akan tetapi keadaan yang tak dapat dipungkiri seiring perkembangan zaman dan maraknya gaya hidup mengakibatkan tingginya angka perceraian. Banyak keluarga Kristen yang gagal dalam mempertahankan rumah tangga mereka. Allah tidak pernah menghendaki adanya perceraian, di dalam Alkitab juga melarang akan hal itu dan gereja juga tidak mengajarkan pengajaran untuk bercerai, tetapi mengajarkan agar tetap menjaga hubungan keharmonisan rumah tangga. Gereja juga bisa menjadi tempat untuk keluarga Kristen bertumbuh. Gereja dapat menjadi wadah orang-orang Kristen berlindung. Dengan adanya keluarga-keluarga Kristen yang harmonis maka pertumbuhan gereja tidak akan terhambat, tetapi apabila jemaat suatu gereja mengalami permasalahan (perceraian) hal ini juga dapat menghambat pertumbuhan gereja.

Penyebab perceraian Menurut P.N.H. Simanjuntak, perceraian adalah pengakhiran suatu sebab dengan keputusan hakim atas tuntutan dari salah satu pihak atau kedua pihak dalam perkawinan. Perceraian terjadi karena masalah-masalah yang ada di dalam sebuah keluarga, yakni suami dan istri tidak bisa menangani dan memilih untuk bercerai. Salah satu dari mereka akan mengajukan gugatan kepada pemerintah, karena dalam pernikahan harus disetujui oleh pemerintah dan disahkan oleh pemerintah. Terdapat dua perspektif perceraian diantaranya, pertama; Cerai Hidup, biasanya didasarkan pada ketidakcocokan baik dalam masalah ekonomi, pertengkaran dan masalah lain-lainnya. Kedua; Cerai Mati, biasanya didasarkan pada salah satu pasangan meninggal, baik istri ataupun suami. Dalam perceraian mati ini, tidak ada kewajiban apapun untuk tetap setia di dalam ikatan dengan pasangan yang sudah meninggal.

Faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian antara lain, Pertama; ketiadaan komitmen. Dalam suatu hubungan komitmen sangat diperlukan, banyak keluarga yang tidak dapat menjalankan komitmen sesuai kesepakatan mereka sehingga sangat berpengaruh kepada hubungan mereka. Banyak keluarga yang setelah menikah mereka melupakan komitmen yang sudah mereka buat. Ketiadaan komitmen ini menjadi salah satu faktor perceraian. Jika seseorang tidak menepati janji atau komitmen yang sudah ia buat, ia bisa dikatakan berkhianat, tidak bisa menjadi pemimpin yang bisa dipercaya dalam segala hal. Komitmen sangat diperlukan dalam mempercayai seseorang. Oleh karena itu, pentingnya keberadaan keluarga Kristen dalam sebuah komitmen sehingga tidak mengakibatkan permasalahan. Kedua, selingkuh atau tidak setia. Dalam suatu hubungan dibutuhkan sebuah kesetiaan, baik istri maupun suami, mereka harus sama-sama setia dalam menjalani hubungan mereka. Jika suami atau istri yang tidak setia atau berselingkuh mereka sudah menghianati janji suci mereka di hadapan Tuhan, jemaat dan pemerintah. Ketidaksetiaan ini adalah faktor utama dalam perceraian suatu keluarga. Oleh karena itu, kesetiaan antara suami dan istri harus terus dipertahankan, suami dan istri harus saling melengkapi dari setiap kekurangan yang mereka miliki, rasa aman dan nyaman di dalam sebuah keluarga harus terus dipertahankan dan dilandasi dengan hal-hal yang baik dan juga terus berpegang pada semua ajaran Yesus Kristus dan hendaknya terus hadirkan rasa damai dalam sebuah keluarga. Ketiga, konflik dan Pertengkaran Buruk. Pertengkaran sering terjadi dalam hubungan rumah tangga keluarga. Hal ini banyak terjadi dikarenakan masalah yang datang tidak dapat diselesaikan dengan tenang atau efektif. Jika sering terjadi konflik atau pertengkaran yang buruk, baik secara internal maupun eksternal dapat memicu adanya kejenuhan dalam berumah tangga dan akan mengakibatkan perceraian. Oleh karena itu, konflik yang terjadi dalam sebuah keluarga dapat diselesaikan apabila kedua belah pihak bersedia untuk diselesaikan secara baik. Keempat, Menikah Mudah. Menikah terlalu mudah juga dapat menjadi faktor penyebab perceraian karena belum siap dalam hal usia, dan masa pengenalan kedua belah pihak sangat singkat. Mengambil keputusan dalam menikah di usia dini adalah keputusan yang harus dipikir secara matang. Banyak anak-anak muda yang menikah di usia dini dan pada akhirnya rumah tangga mereka tidak bisa menjaga hubungan keluarga mereka. Menikah di usia dini, kemungkinan besar akan menimbulkan banyak masalah dalam keluarga karena mereka masih terlalu mudah dalam menjalani sebuah keluarga karena belum siap menghadapi permasalahan-permasalahan tentang keluarga, dan mereka masih berada dalam fase pencarian jati diri. Kelima, Adanya Masalah Ekonomi. Masalah perekonomian dalam keluarga sering terjadi sehingga mengakibatkan Banyak sebuah perceraian karena kebutuhan dalam rumah tangga tidak tercukupi. Dengan demikian sebelum hal ini terjadi, jika seseorang ingin menikah, ia harus berpikir secara matang tentang faktor ekonomi. Keenam, Kurangnya Komunikasi. Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam suatu hubungan, dalam komunikasi setiap pasangan dapat saling terbuka dan dengan komunikasi dalam hubungan pasti semakin erat. Jika tidak ada komunikasi dalam suatu hubungan maka hubungan itu bisa dikatakan mati. Akan menimbulkan banyak permasalahan-permasalahan yang sulit diatasi dan menyebabkan kerenggangan dalam suatu hubungan dan pada akhirnya berujung perceraian. Oleh karena itu, komunikasi sangat dibutuhkan dalam setiap keluarga. Bagi keluarga Kristen bahwa setiap permasalahan yang terjadi dalam setiap hubungan keluarga dapat diatasi jika mendekatkan diri kepada Tuhan dan melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan, membangun rumah tangga dengan dasar yang benar dan saling menerima satu sama lain.

Di dalam Alkitab juga mencatat tentang perceraian baik dari pandangan Alkitab Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama Allah tidak menyetujui adanya perceraian. Musa memberikan surat cerai pada orang-orang Israel pada zaman itu bisa dikatakan dengan keterpaksaan. Tujuan pembuatan surat cerai dalam Perjanjian Lama untuk melindungi wanita dalam pernikahan, pada zaman itu membuat surat cerai sangat susah sehingga seorang laki-laki tidak mudah mengambil keputusan untuk bercerai. Perceraian dalam Ulangan 24:1-4 tidak bersifat normatif, tapi sekuler dan temporer, sementara Tuhan Yesus menegaskan ketetapan Musa tentang perceraian bukanlah bagian dari rancangan Allah. Di dalam Matius 19:8 Yesus mengatakan “Karena ketegaran hati Musa mengizinkan kamu menceraikan isteri mu, tetapi sejak semula tidaklah demikian”. Jadi sejak semula tidak pernah adanya rencana persetujuan adanya perceraian. Perceraian yang terjadi pada zaman Musa hanyalah sementara. Musa sendiri juga tidak menyetujui adanya perceraian tetapi karena kekerasan hati bangsa Israel maka Musa terpaksa membuat surat cerai. Surat cerai yang diberikan Musa kepada bangsa Israel bukan untuk meniadakan atau menghilangkan ikatan Ilahi, Musa memberi surat cerai kepada bangsa Israel bukan untuk meniadakan kehendak Allah, tetapi untuk melindungi perempuan dan juga rumah tangga yang sudah di teguhkan tidak bisa dipertahankan, tetapi Musa tidak pernah menghendaki ataupun menyetujui adanya perceraian dan atau, mereka membuat kesalahan yang tidak bisa dipertahankan. Musa memberikan surat cerai kepada bangsa Israel karena kekerasan hati yang dimiliki oleh bangsa Israel.

Di dalam Maleakhi 2:16, dalam pasal ini Tuhan memarahi bangsa Israel karena mereka kawin campur, mereka melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan hati Tuhan. Mereka tidak setia pada istri mereka, sehingga dalam ayat 16a Tuhan mengatakan “Sebab Aku membenci perceraian”. Tuhan tidak pernah menyetujui adanya perceraian dari dulu sampai sekarang dan selamanya. Tuhan membenci adanya perceraian, karena itu bukan kehendak-Nya.

Berdasarkan Perjanjian Baru dalam Matius 19:6, Yesus mengatakan “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”. Ikatan pernikahan di dalam iman Kristen yang sudah Allah tetapkan merupakan ikatan seumur hidup. Allahlah yang berinisiatif untuk mempersatukan suami dan istri dan juga atas otoritas dari Yesus, Ia meneguhkan perkawinan melalui Gereja. Pernikahan ini bukan bersifat sementara tetapi seumur hidup, hingga maut yang memisahkan. Jadi, Yesus tidak pernah memberikan perintah atau menghendaki adanya perceraian.

Berdasarkan pandangan Alkitab, baik Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama, tidak ada yang menyetujui dan juga tidak ada yang menghendaki adanya perceraian. Sejak dahulu Allah menciptakan manusia dan Allah memerintahkan untuk beranak cucu, Allah tidak pernah menghendaki adanya perceraian, Allah membenci perceraian. Tuhan Yesus dengan tegas menegaskan agar apa yang sudah dipersatukan tidak boleh diceraikan. Sangat jelas bahwa perceraian tidak disahkan.

Margarita D. I. Ottu, M.Pd.K adalah        Ketua Yayasan Arastamar Soe dan guru SMP Negeri 2 Soe.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *