Kupang Online.Com- Masyarakat atau penumpang selalu menjadi korban dari carut marut pengelolaan di Pelabuhan Tenau Kupang, penumpang dikenakan tarif sesuka hati dari supir angkutan (taxi) offline maupun pun online, belum lagi mereka berhadapan dengan calo yang berlagak preman.
” Terakhir, konflik antar pengemudi taksi offline dan online yang terjadi Sabtu (15/2/25), berujung dilakukan penindakan keras oleh polisi.
Penindakan itu disebabkan karena para supir angkutan pelabuhan melarang taksi online memuat penumpang di Pelabuhan Tenau.
Akibatnya, penumpang kapal harus berjalan menuju pintu keluar Pelabuhan Tenau agar bisa memakai jasa taksi online.
Masyarakat lebih memilih taksi online dikarenakan biaya taksi ditetapkan pengemudi taksi pelabuhan itu sesuka hati.
Akibat konflik itu, supir taksi di Pelabuhan Tenau Kupang tetap menghendaki taksi online tak boleh lagi masuk menjemput penumpang kapal.
Para supir taksi pelabuhan yang tergabung dalam Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) mendatangi Komisi IV DPRD NTT, Senin siang (17/2/25).
Mereka menuntut taksi online dilarang menjemput penumpang di Pelabuhan Tenau, sekaligus menawarkan pembenahan tata kelola di Pelabuhan Tenau oleh Pihak Pelindo.
Kedatangan mereka diterima Sekretaris Komisi IV DPRD NTT Ana Waha Kolin dan anggota Nelson Matara, Paul Nuafeto dan Marselinus Ngganggus.
Koordinator SBSI P Jibba keberatan dengan diizinkannya taksi online menjemput penumpang di Pelabuhan Tenau. Sebab sudah bertahun-tahun, pelabuhan itu menjadi tempat mereka mengais rejeki.
Untuk itu, kami keberatan apabila taksi online juga masuk. Mereka kan bisa cari penumpang lain di seluruh wilayah Kota Kupang, sedangkan kami hanya di kawasan pelabuhan saja,” katanya.
Terkait preseden buruk masyarakat terhadap kondisi pelabuhan yang carut marut, kata Jibba, bukan disebabkan ulah para supir taksi pelabuhan melainkan para calo.
“Justru kami dalam posisi dirugikan, karena preseden buruk itu ditujukan ke kami, padahal itu ulah para calo pelabuhan,” sebutnya.
Dia menyesalkan sikap pengelola pelabuhan, yang sudah mengizinkan pengemudi taksi online memuat penumpang di Pelabuhan Tenau Kupang.
Memang kami tahu, tidak ada aturan yang melarang. Tapi itu kan satu-satunya lahan yang kami bisa akses untuk dapat makan, dibandingkan Maxim dan Grab yang bisa melayani penumpang di seluruh wilayah Kota Kupang,” tambahnya.
Dengan demikian, penghasilan mereka akan tergerus dengan kehadiran Grab dan Maxim itu. Jika pengelola pelabuhan tidak segara mengambil sikap, dia khawatir ke depan, muncul konflik lebih besar antar pengemudi taksi pelabuhan dan pengemudi Grab dan Maxim.
Dia mengatakan, para pengemudi taksi online bersedia diatur oleh pengelola pelabuhan. Mereka, sudah menawarkan kerja sama dengan pihak pelabuhan Tenau. Tawaran kerja sama itu berupa dibukanya suatu loket resmi, seperti Bandara.
Para supir taksi pelabuhan, dihimpun pihak pengelola pelabuhan, kemudian mendaftar secara resmi untuk melayani para penumpang di Pelabuhan Tenau.
Dengan kerja sama ini, para penumpang, tinggal menuju loket resmi itu, jika membutuhkan taksi. Dengan pola ini, kata dia, sekaligus menegasikan pun menekan ulah calo di pelabuhan yang selama ini meresahkan penumpang.
Denga pola ini, kata dia, para calo tidak bisa lagi bertingkah sesuka hati membentak dan merampas barang-barang bawaan penumpang.
Dia menyebut, para calo selama ini melakukan hal itu, tanpa diketahui supir taksi pelabuhan. Mereka naik ke kapal kemudian menawarkan penumpang naik taksi, dengan tarif yang ditentukan sendiri.
Kami siap diatur, diberi ruang beraktivitas lebih maksimal. Kami siap diatur, masalah tarif dan lain sebagainya. Tarif itu kan selama ditentukan sendiri,” katanya.
Tambah Anggota Komisi IV DPRD Provinsi NTT, Nelson Matara mengatakan, persoalan angkutan dalam Pelabuhan Tenau perlu dialog dengan menghadirkan semua pihak, Dinas Perhubungan, para supir taksi, Pelindo Kupang, dan KSOP.
Sebab tuntutan para supir yang menghendaki diterapkan pola seperti di Bandara, juga perlu diperjuangkan.
Mengingat Bandara, seperti El Tari, merupakan milik TNI AU, sementara Pelabuhan Tenau Kupang merupakan milik publik, alias milik pemerintah.
Sekretaris Komisi IV DPRD provinsi NTT, Ana Waha Kolin menyambut baik tawaran kerja sama para supir taksi pelabuhan dengan Pelindo Kupang itu.
Menurut saya bagus kerja sama yang ditawarkan itu, sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang menjurus ke calo dan premanisme.
Selanjutnya, komisi akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang menghadirkan pihak-pihak terkait untuk membahas lebih lanjut persoalan itu.
Persolan ini, sebut dia, menjadi prioritas pembahasan DPRD agar catur marut di Pelabuhan Tenau bisa diselesaikan.
Masyarakat sudah terlalu lama menderita oleh tindakan para calo. Mereka merampas paksa barang penumpang (baik yang turun maupun yang hendak naik ke kapal).
Bahkan kerap disertai dengan ancaman dan pemaksaan harga yang mencekik (mahal).
Calo ini kan lebih dominan, yang menyebabkan persoalan selama ini. Mereka merampas paksa barang-barang penumpang ini, meski penumpang tidak mau. Maka perlu dibenahi untuk kenyamanan masyarakat atau penumpang,” katanya.(X)