[ad_1]
Jakarta (BERITA CALEG) –
Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan menjelaskan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran awalnya bertujuan sebagai harmonisasi atas Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) yang memuat poin terkait dengan penyiaran.
DPR menilai bahwa RUU tentang Penyiaran merupakan sebuah kewajiban yang harus dibahas di lembaga legislatif tersebut.
“Khususnya klaster penyiaran untuk pasal analog switch off,” kata Farhan dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dalam UU Cipta Kerja, disebutkan bahwa penyelenggaraan penyiaran mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi dari teknologi analog ke teknologi digital, atau yang disebut dengan analog switch off.
Selain itu, kata dia, RUU Penyiaran berawal dari sebuah persaingan politik antara lembaga berita melalui platform terestrial versus jurnalisme platform digital. Dengan begitu, RUU Penyiaran itu memuat peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
“Jadi, revisi UU yang ada ini atau draf RUU yang ada sekarang, itu memang memberikan kewenangan KPI terhadap konten lembaga penyiaran terestrial,” katanya.
Kini pembahasan RUU Penyiaran di DPR telah dipastikan ditunda berdasarkan pernyataan Badan Legislasi DPR RI. Ke depannya, dia meminta pembahasan RUU tersebut melibatkan publik agar hasilnya lebih sempurna.
Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas mengungkapkan bahwa lembaganya menunda pembahasan RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Supratman mengemukakan alasan penundaan pembahasan RUU Penyiaran karena lembaganya tidak ingin kemerdekaan pers terganggu.
Menurut dia, pers adalah lokomotif dan salah satu pilar demokrasi yang harus dipertahankan.
“Itu harus dipertahankan karena itu buat demokrasi,” kata Supratman, Selasa (28/5).
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © BERITA CALEG 2024
[ad_2]